Indikator Sehat (Derajat Kesehatan dan pelayanan Kesehatan)

INDIKATOR KESEHATAN
WHO menyarankan agar sebagai indikator kesehatan penduduk harus mengacu pada kesehatan positif dan konsep holistik yang terdiir dari 6 hal yaitu :
a. Melihat ada tidaknya kelainan pathofisiologis pada seseorang
b. Mengukur kemampuan fisik seseorang
c. Penilaian atas kesehatan sendiir
d. Indeks Masa Tubuh
e. Kesehatan Mental
f. Kesehatan spiritual


Indikator Sehat meliputi : input, proses dan output
Indikator input :
 Misalnya
-komitmen politik
-Alokasi sumber daya
-GNP dan GDP
-Penyebaran pendapatan
-Angka melek huruf orang dewasa
-Ketersediaan sarana kesehatan, penyebaran
(3M) dan penggunaannya
-Tingkat pertumbuhan penduduk
-Kerangka organisasi dan proses manajerial

Indikator Proses
Keterlibatan Masyarakat
Tingkat Desentralisasi
Bumil memeriksakan
kehamilan (K1-K4)
Penduduk yg tidk merokok
dan tidak minum alkohol, dst 
Indikator Output
Misalnya :
Cakupan Pelayanan Kesehatan
Dasar
Cakupan Pelayanan Rujukan
Status Gizi dan perkembangan
motorik
Angka kematian bayi/Ibu, Umur
Harapa hidup, dll 

4 Faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat

"Health is not everything but without health everything is nothing"
Slogan di atas sangatlah tepat untuk menjadi cerminan perilaku kita sehari hari, karena betapa ruginya kita semua jika dalam keadaan sakit. Waktu produktif kita menjadi berkurang, belum lagi biaya berobat yang semakin mahal menjadi beban bagi keluarga dan sanak saudara kita.

Menurut Hendrick L. Blumm, terdapat 4 faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, yaitu: faktor
  1. Perilaku
  2. Lingkungan
  3. Keturunan
  4. Pelayanan Kesehatan.

Dari ke 4 faktor di atas ternyata pengaruh perilaku cukup besar diikuti oleh pengaruh faktor lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan. Ke empat faktor di atas sangat berkaitan dan saling mempengaruhi.
Perilaku sehat akan menunjang meningkatnya derajat kesehatan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya penyakit berbasis perilaku dan gaya hidup. Kebiasaan pola makan yang sehat dapat menghindarkan diri kita dari banyak penyakit, diantaranya penyakit jantung, darah tinggi, stroke, kegemukan, diabetes mellitus dan lain lain. Perilaku / kebiasaan mencuci tangan sebelum makan juga dapat menghindarkan kita dari penyakit saluran cerna seperti mencret mencret dan lainnya.
 
Saat ini pemerintah telah berusaha memenuhi 3 aspek yang sangat terkait dengan upaya pelayanan kesehatan, yaitu upaya memenuhi ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan membangun Puskesmas, Pustu, Bidan Desa, Pos Obat Desa, dan jejaring lainnya. Pelayanan rujukan juga ditingkatkan dengan munculnya rumah sakit rumah sakit baru di setiap kabupaten / kota.

Upaya meningkatkan akses ke fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat secara langsung juga dipermudah dengan adanya program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) bagi masyarakat kurang mampu. Program ini berjalan secara sinergi dengan program pemerintah lainnya seperti Program bantuan langsung tunai (BLT), Wajib Belajar dan lain lain.

Untuk menjamin agar fasilitas pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang efektif bagi masyarakat, maka pemerintah melaksanakan program jaga mutu. Untuk pelayanan di rumah sakit program jaga mutu dilakukan dengan melaksanakan akreditasi rumah sakit.

Ke 4 faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat di atas tidak berdiri sendiri sendiri, namun saling berpengaruh. Oleh karena itu upaya pembangunan harus dilaksanakan secara simultan dan saling mendukung. Upaya kesehatan yang dilaksanakan harus bersifat komprehensif, hal ini berarti bahwa upaya kesehatan harus mencakup upaya preventif / promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

Dengan berbagai upaya di atas, diharapkan peran pemerintah sebagai pembuat regulasi, dan pelaksana pembangunan dapat dilaksanakan untuk meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat.



 Derajat Kesehatan

1. Umur Harapan Hidup

Umur Harapan Hidup (UHH) adalah salah satu indikator yang
mencerminkan berapa lama seorang  bayi baru lahir diharapkan
hidup. Dari hasil Sensus Penduduk dan Susenas, didapatkan
UHH meningkat dari tahun ke tahun,seperti terlihat pada tabel
berikut :
Tabel III.1 Umur Harapan Hidup di Kab. Tangerang Th. 2006 - 2008
Sumber : BPS Kabupaten Tangerang
 
2. Jumlah Kematian
a. Jumlah Kematian Bayi
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat
setelah bayilahir sampai bayi belum berusia  tepat satu tahun.
Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara
garis besar,dari sisipenyebabnya, kematian bayi ada dua macam
yaitu endogen dan eksogen.Kematian bayi endogen atau yang
umum disebut dengan kematian neonatal adalah kematian
bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan,
dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak
sejak lahir,yang diperoleh dari orang tuanya pada saat
konsepsi atau didapat selama satu bulan sampai menjelang
usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Angka Kematian Bayi atau Infant Mortality Rate (IMR)
adalah jumlah kematian bayi dibawah satu tahun pada setiap
1.000 kelahiran hidup.Angka ini merupakan indikator yang
sensitif terhadap ketersediaan,pemanfaatan pelayanan kesehatan
terutama pelayanan perinatal disamping juga merupakan
indikator terbaik untuk menilai pembangunan sosial ekonomi
masyarakat secara menyeluruh.

Gambar  III.1
Jumlah Kematian Bayi di Wilayah Kabupaten Tangerang
Tahun 2003-2009
Penyebab kematian Bayi di Kabupaten Tangerang , pada gambar berikut
Gambar III.2
Penyebab Kematian Bayi di Wilayah Kabupaten Tangerang
Tahun 2009

b.Jumlah Kematian Ibu (AKI)

Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR)
adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama
42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan
tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000
kelahiran hidup.  Angka ini berguna untuk menggambarkan tingkat
kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu,
kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan
terutama pada ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu pada masa nifas.
Informasi mengenai tingginya MMR akan bermanfaat untuk
pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi,terutama
pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman
(making pregnancy safer) serta Program Perencanaan Persalinan
dan Pencegahan Komplikasi (P4K) oleh tenaga kesehatan terlatih,
penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan,
penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran,
yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu
dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.

Angka Kematian Ibu di Indonesia berkisar antara 230 hingga 307
kematian ibu tiap 100.000 kelahiran hidup. Dengan demikian
maka upaya menurunkan jumlah kematian ibu adalah salah satu
prioritas tertinggi dalam lingkup kesehatan reproduksi.
Jumlah kematian ibu di Kabupaten Tangerang pada tahun 2009
adalah sebanyak 22 orang dengan estimasi Angka Kematian Ibu
sebesar 197/100.000 Kelahiran Hidup dan jumlah persalinan
oleh tenaga kesehatan 83,13%.
Gambar III.3
Jumlah Kematian Ibu di Wilayah Kabupaten Tangerang
Tahun 2003-2009


Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan,
hipertensi dan infeksi, faktor-faktor tersebut juga menjadi penyebab
kematian ibu di Kabupaten Tangerang ,seperti pada gambar berikut

Gambar III.4
Penyebab Kematian Ibu di Wilayah Kabupaten Tangerang
Tahun 2009



B. Angka Kesakitan

1. Duapuluh Besar Penyakit

Berdasarkan hasil laporan Bulanan Penyakit (LB1) dari Puskesmas,
didapatkan pola penyakit yang terjadi di Kabupaten Tangerang
pada tahun 2009 menurut semua golongan umur, seperti pada grafik
berikut ini :

Gambar III.5
Grafik 20 Besar Penyakit  di Kabupaten Tangerang
Tahun 2009

Dari grafik dapat dilihat bahwa Penyakit ISPA merupakan penyakit
terbanyak yang terjadi pada tahun 2009 kemudian disusul penyakit
Batuk

2.Penyakit Menular


Dalam rangka penanggulangan penyakit menular dilakukan berbagai
kegiatan antara lain:

1). Pencegahan dan pemberantasan demam berdarah dengue melalui
pemberantasan sarang nyamuk.
2). Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Filariasis, dengan
melakukan pengobatan masal Filariasis ke 2
3). Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis
4). Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Kusta
5). Penemuan kasus,Pencegahan serta pengobatan HIV-AIDS
6). Penyakit menular langsung lainnya serta penyakit yang dapat
dicegah dengan Imunisasi.

Adapun data-data yang dapat disajikan adalah sebagai berikut :

a.Penyakit Menular Bersumber Binatang

1.Demam Berdarah Dengue (DBD).
Pada Tahun 2009, Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
DBD dititik beratkan pada kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) disemua wilayah, dan pemantauan jentik berkala untuk
mencapai angka bebas jentik sesuai target ( >95 %), dengan
melakukan Lomba sekolah dan desa bebas jentik,penemuan penderita
DBD melalui survey jentik dengan  melakukan PE dan melaksanakan
Foging Fokus sesuai indikasi. Jumlah penderita penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Tangerang  dilaporkan  sebagai
berikut  :

Tabel III.2
Data Kasus Demam Berdarah Dengue
di Kabupaten Tangerang Tahun 2004 – 2009




Gambar. III.6
Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue
Menurut Puskesmas Tahun 2009


Dari Grafik di atas menunjukkan Puskesmas Kutabumi memiliki kasus yang
terbanyak disusul Puskesmas Mauk dan Kelapa Dua.

2. Filariasis

Gambar III.7
Wilayah Puskesmas yang mendapat Kasus Filariasis
Tahun 2009





Upaya kesehatan dalam rangka pemberantasan penyakit filaria tahun 2009
difokuskan pada kegiatan Pengobatan Massal (tahun kedua), penemuan penderita
dan pengendalian vektor yang berpotensi di wilayah endemis. Jumlah seluruh
kasus di th 2008 sebanyak 26 kasus yang tersebar di 12 wilayah kecamatan
(termasuk Tangsel), 14 kasus di Kabupaten Tangerang dan semua kasus sudah
ditangani (100%).

Pada tahun 2009 ditemukan 6 kasus baru Penyakit filariasis di Kabupaten
Tangerang, masing-masing di kec. Rajeg ,Mekar Baru, Gunung Kaler, Mauk,
Sindang Jaya, dan Pakuhaji). Dapat dilihat pada gambar diatas.

b. Penyakit Menular Langsung.

1. Penyakit Diare
Penyakit diare adalah penyakit yang banyak menyerang golongan umur
anak-anak terutama balita.Dimana hal ini dapat mempengaruhi perkembangan
pertumbuhan dan kualitas hidup anak. Upaya program pemberantasan melalui
edukasi dan peningkatan kemampuan penanggulangan kasus oleh petugas
lapangan terus dilakukan.  Pada tahun 2009 jumlah kasus diare untuk semua
umur terlihat pada grafik dibawah ini :
Gambar III.8
Jumlah Kasus Diare di Kabupaten Tangerang Tahun 2006 - 2009

Gambar III.9
Cakupan Penemuan Penderita Diare Se-Kabupaten Tangerang
Tahun 2006 - 2009


Gambar III.10
Trend Kasus Penyakit Diare per bulan di Kabupaten Tangerang
Tahun 2006 – 2009


Dari grafik diatas terlihat adanya peningkatan kasus diare pada tahun 2009 yaitu
di bulan Juni, tetapi jumlah kasus pada bulan Juni tersebut relatif lebih rendah
bila dibandingkan dengan puncak kasus diare di bulan Nopember tahun 2008,
(sebanyak 3900 kasus diare pada Juni 2009 dibandingkan 5095 kasus diare di bulan
Nopember 2008) .

2.Pneumonia

Gambar III.11
Grafik Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia Balita
Di Kabupaten Tangerang Tahun 2005 - 2009

Dari grafik tersebut, terlihat penurunan cakupan penemuan Pneumonia,dibandingkan
hasil di tahun.2008 yaitu sebesar 5,29%.


Gambar III.12
Grafik penemuan kasus Pneumonia
Di Kabupaten Tangerang Tahun 2009


Dari grafik tersebut terlihat bahwa Cakupan Penemuan kasus  pneumonia
terbanyak pada th.2009 ditemukan diwilayah Balaraja dan Suradita.
3.Penyakit Kusta


Gambar III.13
Kasus Baru Kusta Type PB dan MB
Di Kabupaten Tangerang Tahun 2009


Secara keseluruhan jumlah penderita penyakit kusta di Kabupaten Tangerang
pada tahun 2008 adalah 261 kasus baru terdiri dari 40 kasus PB dan 221
kasus MB.Pada th 2009 ditemukan 30 kasus baru PB dan 152 kasus baru MB,
dari 40 kasus PB di tahun 2008 25 kasus sudah RFT di tahun 2009, sedangkan
dari 373 kasus MB yang minum obat, sudah RFT sebanyak 169  kasus (45.31 %).

c.Penyakit HIV / AIDS

Upaya pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit HIV/AIDS,
disamping ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan juga
diarahkan pada upaya pencegahan melalui penemuan penderita secara dini
yang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Berdasarkan pelaporan dari
Puskesmas dan Rumah Sakit diketahui pada tahun 2008 terdapat 87 kasus
HIV/AIDS, dari jumlah tersebut yang ditangani sebanyak 100%. Walaupun
jumlah penderita HIV/AIDS secara kumulatif relatif kecil (Case Rate 1,60
per 100.000 penduduk), namun dalam perjalanan penyakit dari HIV (+)
menjadi AIDS tidak diketahui dengan pasti periodisasinya karena adanya
”windows periods”,sehingga kelompok ini menjadi potensial dalam penularan
penyakit AIDS.Sedangkan untuk data kasus dapat dilihat pada grafik berikut.  

Gambar III.14
Kasus HIV - AIDS di Kabupaten Tangerang
Tahun 2009

Berdasarkan grafik tersebut Kecamatan Kosambi menjadi urutan pertama tertinggi
untuk kasus HIV,selanjutnya disusul oleh Kecamatan Cikupa dan Kelapa Dua.
Untuk Kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) ditemukan 884 kasus dan semua kasus
tersebut telah ditangani .


d.Penyakit Tuberkulosa

Jumlah kasus TBC Paru BTA positif pada tahun 2009 diperkirakan 2638 orang, dari
jumlah tersebut dilakukan pemeriksaan dan pengobatan pada 1927 orang sehingga
diperoleh Case Detection rate (CDR) sebesar 73 %, angka ini meningkat dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yaitu 71,1 %.   
Angka kesembuhan TBC Paru (Cure Rate) adalah kasus yang ditemukan dan diobati
pada tahun 2008 dan dievaluasi di tahun 2009, CR yang diperoleh adalah sebesar
82,3 % dengan suces rate 87 %,angka ini mengalami  penurunan bila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yaitu 97,04 %, hal ini disebabkan adanya pemisahan wilayah
dengan Tangerang Selatan, sehingga ada penurunan jumlah pasien TBC sembuh untuk
wilayah Kabupaten Tangerang

Gambar III.15
Penemuan Kasus TB(CDR)/Puskesmas
Di Kabupaten Tangerang Tahun 2009

e.Penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I) dan KLB (Kejadian Luar Biasa)

PD3I adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Upaya pencegahan dilakukan
dengan pemberian immunisasi, dan vaksin yang dipakai adalah : DPT_HB untuk mencegah
penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis-B; sedangkan vaksin Polio untuk
mencegah penyakit polio (lumpuh); vaksin campak untuk mencegah penyakit campak (measles)
dan BCG untuk mencegah penyakit TBC.Keberhasilan pemberian immunisasi diukur dengan
pencapaian Universal Child Immunization (UCI) yang pada dasarnya merupakan proksi
terhadap cakupan atas imunisasi secara lengkap pada kelompok bayi.Bila cakupan UCI
dikaitkan dengan batasan suatu wilayah, berarti dalam wilayah tersebut tergambarkan
besarnya tingkat kekebalan pada bayi (herd immunity) terhadap penularan penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Dalam indikator Indonesia Sehat 2010 ditargetkan
pencapaian UCI 100% pada wilayah administrasi desa atau kelurahan, maksudnya adalah
≥ 80% dari jumlah bayi yang ada di desa tersebut mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
Perlu diketahui bahwa jumlah Desa UCI untuk Kabupaten Tangerang adalah 235 desa (86 %)
dari jumlah desa (274).
PD3I berpotensi menjadi kejadian luar biasa (KLB). Beberapa penyakit bisa dikatakan
sebagai KLB  apabila ada kenaikan kejadian kasus 3 kali atau lebih, dari tidak ada
kasus menjadi ada. Sebagai contoh, untuk penyakit campak dikatakan sebagai KLB apabila
dalam suatu  RT (dusun) atau dalam wilayah epidemiologi ada 5 kejadian kasus dalam
kurun waktu 28 hari, sedangkan untuk Dipteri setiap kejadian walaupun 1 kasus sudah
dapat disebut KLB. Gambaran Pola kejadian kasus PD3I di Kabupaten Tangerang dalam
kurun waktu 2008 s/d 2009 adalah sebagai berikut :

Tabel. III.3
Pola Kasus PD3I Di Kabupaten Tangerang Tahun 2008 - 2009

Kasus PD3I yang ditemukan pada tahun 2008 dan 2009 adalah Difteri, Tetanus dan
Campak. Bila dibandingkan dengan tahun 2008, maka jumlah kasus penyakit yang
ditemukan di tahun 2009 mengalami penurunan yang cukup berarti baik dalam jumlah
kasus dan jumlah lokasi kecamatan , dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penurunan yang
paling tinggi adalah  pada penyakit campak.

Tabel. III.4
Kasus KLB Di Kabupaten Tangerang Tahun 2008 - 2009


Kejadian Luar Biasa (KLB) yang  terjadi pada tahun 2008 ada 6 jenis,sedangkan pada tahun
2009 ada 7 jenis KLB , dimana penyakit Leptospirosis dan Avian Influenza merupakan kasus
baru yang ditemukan di tahun 2009.Dilihat dari jumlah kasus,ada beberapa KLB yg mengalami
mengalami penurunan, yaitu KLB Chikungunya pada tahun 2008 terdapat 469 kasus, menjadi
135 kasus di tahun 2009 ;KLB DBD pada tahun 2008 terdapat 685 kasus di 10 wilayah
kecamatan,menjadi 398 kasus di 7 kecamatan pada tahun 2009
Keadaan ini menendakan semakin intensifnya kegiatan surveilens dari Dinas Kesehatan dan
Puskesmas serta meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kejadian penyakit.


C.STATUS GIZI

1.Kekurangan Energi Protein

Penanggulangan KEP dilakukan melalui beberapa intervensi yang saat skrining kasus, antara
lain penyuluhan individual dan konseling pengetahuan tentang pola asuh keluarga dan PMT
PMT dalam rangka meningkatkan keluarga sadar gizi dan meningkatkan keberhasilan Pemberian
Pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan pada balita gizi buruk
Pada kasus-kasus kronis gizi buruk yang memerlukan rawatan di fasilitas pelayanan kesehatan
dasar (Puskesmas) maka kasus di rawatinapkan bahkan bila memerlukan rawatan lanjutan dapat
dapat di rujuk ke RSUD, dengan biaya rujukan bersumber dari APBN,dengan biaya rujukan
bersumber dari APBN melalui Jamkesmas dan APBD Kabupaten Tangerang.  
Langkah-langkah yang telah ditempuh cukup efektif didalam menurunkan angka gizi buruk di
ilapangan. Dengan angka kemiskinan yang cukup tinggi maka balita gizi buruk dan gizi kurang
merupakan prioritas untuk ditanggulangi setiap tahunnya.
Pada dasarnya ada beberapa penyebab perubahan status gizi balita, bukan hanya disebabkan
hanya disebabkan oleh kondisi kesehatan saja tetapi juga oleh faktor-faktor lain diluar kesehatan
seperti kesejahteraan, pendidikan, lapangan kerja dan lain-lain. Pada tahun 2008 jumlah gizi
buruk adalah sebanyak 2598 orang, yang berasal dari puskesmas di wilayah Tangerang Selatan
433 orang (0,14 %),sisanya 2165 (0,70 %) dari wilayah Kabupaten Tangerang


Tabel III.5
Jumlah Kasus Gizi Balita di Kabupaten Tangerang
Tahun 2008 - 2009


Gambar III.16
Gambaran Status Gizi Balita di Kabupaten Tangerang
Tahun 2007 – 2009






Dari grafik tersebut terlihat bahwa  bahwa dibandingkan dengan tahun 2008 terjadi peningkatan
persentase kasus gizi kurang yaitu dari 6,08 % menjadi 6.93 % di tahun 2009, sedangkan persentase
kasus gizi buruk dari 0.84 % menjadi 0,99 % .Hasil kegiatan bulan penimbangan Balita pada bulan
Agustus tahun 2009, menunjukkan adanya 2 kecamatan yang termasuk dalam kriteria Kecamatan rawan
Gizi, yaitu Kecamatan  Mekar Baru dan Kecamatan Kosambi. Kecamatan Rawan Gizi adalah kecamatan
dimana jumlah balita dengan status gizi kurang dan status gizi buruk lebih besar atau sama dengan
15 % dari jumlah balita ditimbang pada wilayah tersebut.

D. PERILAKU MASYARAKAT

Dari hasil survey cepat PHBS terhadap sampel sebanyak 56.387 KK pada bulan April tahun 2009,
diperoleh hasil 16,65% KK berperilaku sehat.Bila dibandingkan dengan hasilsurvey tahun 2008 (38%)
prosentase KK sehat mengalami penurunan, hal ini disebabkan indikator KK sehat tahun 2008 berbeda
dengan tahun 2009.Dari hasil pengkajian PHBS tersebut dapat digambarkan permasalahanperilaku
kesehatan dengan urutan sebagai berikut :

1. Tidak memberikan ASI Eksklusif                  : 78,59%
2. Masih merokok                                         : 74,68%
3. Merokok didalam rumah                             : 74,56%
4. Persalinan tidak ditolong oleh Nakes             : 67,10%
5. Tidak menjadi anggota JPKM                       : 64,67%
6. Tidak mengkonsumsi sayur dan buah            : 48,68%
7. Tidak buang Air Besar di jamban                  : 47,61%
8. Rasio Penghuni dg luas rumah yang tidak      : 42,91%
memenuhi syarat
9. Lantai rumah tidak memenuhi syarat kesehatan    : 36,66%
10. Tidak melakukan Aktifitas Fisik                           : 30,03%
11. Tidak menggunakan Sarana Air Bersih                : 29.00%

Salah satu upaya yang dilakukan untuk merubah perilaku masyarakat adalah dengan penyebarluasan
informasi melalui berbagai metode dan media. Media yang digunakan dalam penyebarluasan informasi
antara lain media cetak : spanduk, banner, leaflet, poster, lembar balik, sticker, booklet, tabloid
INTAN, berlangganan advertorial di media massa. Media elektronik talkshow dan spot di stasiun radio.
Metode yang digunakan antara lain penyuluhan perorangan, penyuluhan kelompok, KPP (Komunikasi
Perubahan Perilaku), Pembentukan Kelompok  Masyarakat Peduli, Kampanye kesehatan.

E.PERAN SERTA MASYARAKAT

Pelaksanaan Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), diantaranya dapat dilihat pada tabel dibawah
ini ;


Tabel III.6
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
Di Kabupaten Tangerang Tahun 2009




Bila dibandingkan dengan tahun 2008 , maka pada tahun 2009 prosentase Posyandu Aktif (Purnama
dan Mandiri) mengalami kenaikan sebesar 3,76% . Sedangkan jumlah desa  siaga aktif sampai dengan
tahun 2009 adalah 27 desa (23,27 %) dari 116 desa siaga yang sudah terbentuk.

Sampai dengan Tahun 2009 sudah terbentuk kepengurusan SBH di 29 Ranting dengan jumlah anggota
sebanyak 1257. Kegiatan yang dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan pengurus,
pamong, instruktur dan peserta didik. Dari mulai terbentuk sampai sekarang SBH telah menunjukkan
peran melalui Bakti Masyarakat dalam hal peningkatan PHBS, pencegahan penyakit, dan penyehatan
lingkungan.

F.KESEHATAN LINGKUNGAN

Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan sehat
telah dipilih empat indikator, yaitu persentase keluarga yang memiliki akses air bersih,
presentase rumah sehat, keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar, Tempat Umum dan
Pengolahan Makanan (TPUM).Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan
telah dilaksanakan oleh berbagai instansi terkait, swasta, NGO dll seperti pembangunan sarana
sanitasi dasar, pemantauan dan penataan lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas
lingkungan. Pembangunan sarana sanitasi dasar bagi masyarakat yang berkaitan langsung dengan
masalah kesehatan meliputi penyediaan air bersih, jamban sehat, perumahan sehat yang biasanya
ditangani secara lintas sektor. Sedangkan dijajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang
kegiatan yang dilaksanakan meliputi pemantauan kualitas air minum, pemantauan sanitasi rumah  
sakit, pembinaan dan pemantauan sanitasi tempat – tempat umum (hotel, terminal), tempat
pengolahan makanan, tempat pengolahan pestisida dan sebagainya. Didalam memantau pelaksanaan
program kesehatan lingkungan dapat dilihat beberapa indikator kesehatan lingkungan sebagai
berikut :

1. Penggunaan dan Akses Air Bersih

Hasil inspeksi sanitasi petugas Puskesmas Tahun 2009 tentang penggunaan air bersih pada
setiap keluarga, dari 134.660 KK yang diperiksa ternyata  keluarga yang memiliki akes air
bersih telah mencapai 94,52 % dengan perincian yaitu : sumur gali + 33,60 %, sumur pompa
tangan + 27,16 % ledeng  +  7,95%, PAH 0.45 %, kemasan 2,60 % dan lainnya +   22,95 %.

2. Rumah Sehat

Bagi sebagian besar masyarakat, rumah merupakan tempat berkumpul bagi semua anggota keluarga  
dan menghabiskan sebagian besar waktunya, sehingga kondisi kesehatan perumahan dapat
berperan sebagai media penularan penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya.
Pada tahun 2008 telah dilakukan Inspeksi Sanitasi (IS) di 47 wilayah Puskesmas di Kabupaten
Tangerang, dari hasil inspeksi sanitasi tersebut sebanyak 201.021 rumah yang dinyatakan
memenuhi syarat kesehatan sebanyak 137.448 rumah (68,38%).Untuk tahun 2009 dimana telah
terjadi pemekaran wilayah Kabupaten Tangerang dengan Kota Tangerang Selatan berimplikasi
terhadap penurunan akumulasi jumlah rumah yang diperiksa dan persentase rumah sehat di 29
kecamatan Kabupaten Tangerang ,dari hasil inspeksi sanitasi terhadap 112.257 didapatkan
rumah yang dinyatakan memenuhi syarat kesehatan adalah sebanyak 74.928 rumah (66,75 %).
Dari data yang ada, maka program sosialisasi terhadap masyarakat untuk membangun rumah
sehat perlu terus dilakukan sehingga pencegahan terhadap perkembangan vektor penyakit
dapat diperkecil, demikian pula penyebab penyakit lainnya disekitar rumah.

3. Keluarga Dengan Kepemilikan Sanitasi Dasar

Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar meliputi kepemilikan jamban keluarga,  
tempat sampah dan pengelolaan air limbah keluarga. Keseluruhan hal tersebut sangat
diperlukan didalam peningkatan kesehatan lingkungan.Berdasarkan hasil inspeksi sanitasi
terhadap 226.772 keluarga tentang kepemilikan sarana jamban keluarga di wilayah Kabupaten
Tangerang pada tahun 2008 ternyata baru 112.660 (76,42 %) keluarga yang memiliki jamban
keluarga, maka jika dibandingkan dengan hasil inspeksi sanitasi tahun 2009 terhadap
125.414 KK yang diperiksa ternyata terjadi penurunan jumlah keluarga yang memiliki  
jamban yang memenuhi syarat menjadi 48.875 KK (67,43 %) hal ini disebabkan pemekaran
wilayah di Kabupaten Tangerang dimana 10 Kecamatan menjadi wilayah Tangerang Selatan.  
Untuk KK yang memiliki tempat sampah berdasarkan hasil inspeksi pada tahun 2009 dari
124.373 KK yang diperiksa KK yang memiliki tempat sampah 71.254 KK sedangkan KK yang
memiliki tempat sampah sehat  43.781 KK (61,44 %). Untuk pengolahan air limbah berdasarkan
hasil inspeksi sanitasi tahun 2009 dari 124.099 KK yang diperiksa, Jumlah KK yang memiliki
pengolahan air limbah sehat 44.603 KK (65,81 %). Hasil pendataan yang dilakukan oleh
Petugas Sanitasi Puskesmas sampai tahun 2009 mununjukkan adanya penurunan, dapat dilihat
pada grafik berikut :


Gambar III.17
Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar dan Akses Air Bersih
Kabupaten Tangerang Tahun 2009









Dari data diatas menunjukkan bahwa tahun 2009 kepemilikan sarana sanitasi dasar serta
penggunaan dan akses air bersih di Kab.Tangerang terjadi penurunan dibandingkan tahun 2008,
hal ini disebabkan terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten Tangerang dimana 10 kecamatan
menjadi Kota Tangerang Selatan.

4. Angka Bebas Jentik

Dibandingkan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) pada tahun 2008 hanya 70.11 %, maka berdasarkan
hasil pemeriksaan pada tahun 2009 terhadap 87.459 rumah, terjadi peningkatan persentase
rumah bebas jentik  yaitu sebanyak 68.254 rumah (78.04 %), namun hasil tersebut masih belum
memenuhi target Angka Bebas Jentik  (AJB) yaitu 95 %

5. Tempat Pengolahan Makanan (TPM)

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan
yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan yang baik dan benar pada dasarnya
adalah mengelola makanan berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi
makanan. Upaya penyehatan makanan ditujukan untuk melindungi masyarakat dan konsumen terhadap
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui makanan dan mencegah keracunan makanan. Upaya
tersebut pada dasarnya menyangkut orang yang menangani makanan, tempat pengolahan  makanan 
dan proses pengolahannya. Hasil pengawasan terhadap kualitas penyehatan tempat umum dan
pengolahan makanan tahun 2009 menunjukkan hasil sebagai berikut :

Tabel III.7
Hasil Pengawasan TPM di Kabupaten Tangerang
Tahun 2009


Selain kegiatan di atas, juga dilaksanakan Sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang berisi tentang tata cara memperoleh sertifikasi
kursus TPM, hak dan kewajiban pengelola TPM, sanksi yang berlaku bagi pelanggaraan TPM serta
perlindungan bagi masyarakat terhadap keamanan pangan agar tidak membahayakan kesehatan dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Kegiatan lainnya yaitu koordinasi antar instansi terkait / terpadu
tentang keamanan pangan yaitu dengan Dinas Perindustrian, Dinas Pendidikan, Departemen Agama,
Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Peternakan, Satpol PP dan PKK Kabupaten Tangerang.


G.PELAYANAN KESEHATAN


1. Pelayanan Imunisasi

a. Pelaksanaan Imunisasi Rutin

Pada tahun 2007 imunisasi DPT dan Hepatitis B diberikan secara tunggal.Sedangkan tahun 2009
diberikan dengan menggabungkan dua antigen dalam satu kali pemberian imunisasi. Jenis imunisasi
yang diberikan adalah DPT-HB 1, 2 sampai dengan 3.

Tabel III.8
Cakupan Imunisasi Rutin Menurut Jenis Antigen
Di Kabupaten Tangerang Tahun 2007 - 2009


b. Pelaksanaan BIAS

Pada bulan Agustus tahun 2009  telah terlaksana BIAS Imunisasi Campak pada 55.627 anak atau
sekitar 94 % dari sasaran anak SD kelas I dari 39 wilayah Puskesmas.Hasil pelaksanaan Imunisasi
DT dan TT pada anak sekolah adalah 57.683 anak murid kelas I mendapat Imunisasi DT atau 94 %
dari sasaran dan 105.785 anak murid kelas II dan III mendapat Imunisasi TT atau 95 % dari sasaran.


2. Pelayanan Kesehatan Ibu


a. Pemeriksaan Ibu Hamil

Konsep kunci dalam melakukan evaluasi cakupan pelayanan antenatal adalah akses dan retensi.
Akses dihitung menggunakan indikator K1 yang menghitung proporsi ibu hamil yang melakukan
sedikitnya satu kunjungan antenatal. Retensi dihitung menggunakan indikator K4 yang menghitung
proporsi ibu hamil yang melakukan sedikitnya 4 kunjungan antenatal, sesuai standar baku bagi ibu
hamil yang tidak mengalami komplikasi atau gejala sakit/resiko apapun. Selisih antara K1 dan K4
mencerminkan tingkat ‘kesempatan yang hilang’ pada sistem layanan kesehatan-mereka adalah para
ibu yang terbukti memiliki akses kepada layanan namun tidak melakukan kunjungan sebanyak jumlah
yang disarankan. Selisih ini mencerminkan kesenjangan potensial atas kualitas layanan, sekaligus
keuntungan potensial untuk menutup kesenjangan itu.

Gambar III.18
Cakupan Pemeriksaan Ibu Hamil (K1)
di Kabupaten Tangerang Tahun 2005-2009












Gambar III.19
Cakupan Pemeriksaan Ibu Hamil (K4)
di Kabupaten Tangerang Tahun 2005-2009





Dari gambar diatas diperoleh cakupan K4 pada tahun 2009 adalah 86,04% hasil ini sudah melampaui
target K4 Nasional (84%).Dari kehamilan yang dilaporkan pada tahun 2009, didapatkan 101,78% ibu
hamil melakukan sedikitnya satu kunjungan antenatal (K1), sehingga terdapat selisih K4 dan K1
sebesar 9.497 orang ibu hamil yang tidak memenuhi standar minimum empat kali kunjungan,hal ini
kemungkinan disebabkan  adanya ibu hamil yang tidak mematuhi jadwal kunjungan antenatal yang
disarankan atau terlambat untuk mengakses ANC sebanyak empat kali dan dapat juga karena faktor
penyebab lain antar lain kualitas layanan kesehatan yang belum maksimal, kesadaran masyarakat
masih kurang, dan faktor-faktor akses layanan belum optimal.

b. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi Kebidanan

Meningkatnya proporsi ibu bersalin dengan bantuan tenaga kesehatan  yang terlatih kemungkinan
adalah langkah awal terpenting untuk mengurangi kematian ibu dan kematian neonatal dini.


Gambar III.20
Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
di Kabupaten Tangerang Tahun 2005-2009





Dalam lima tahun terakhir pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terus meningkat
hal ini disebabkan beberapa kegiatan telah berjalan dengan baik antara lain : Kemitraan  Bidan dan  
Dukun, baik kegiatan Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi  Dasar (PONED) di Puskesmas PONED,
peningkatan kapasitas manajemen tenaga kesehatan terutama tenaga bidan dalam Asuhan Persalinan Normal,   
Manajemen Asfiksia, Manajemen BBLR, Pelatihan PONED;  selain itu Bidan desa proaktif dalam pelayanan
kesehatan  didesanya masing-masing,  serta sudah berjalannya kegiatan KPKIA  (Kelompok Peminat Kesehatan
Ibu dan Anak) di beberapa desa di wilayah Kabupaten Tangerang.

3. Pelayanan Neonatal

Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga
kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 2 kali,selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah   
lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah.  Pelaksanaan pelayanan kesehatan
neonatus meliputi :
1.Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 1 – 7 hari setelah lahir.
2.Kunjungan Neonatal ke-2 (KN2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelah
lahir.
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar,
mengetahui sedini mungkin kelainan/masalah kesehatan pada neonatus.
Risiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan,minggu pertama dan bulan pertama
kehidupannya.Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di
fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.

Tabel III.9
Hasil Pencapaian Pelayanan Kesehatan Neonatal-Bayi
di Kabupaten Tangerang Tahun 2006-2009


Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar dilakukan secara komprehensif dengan melakukan pemeriksaan dan 
perawatan Bayi baru Lahir dan pemeriksaan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM)
untuk memastikan bayi dalam keadaan sehat, yang meliputi :

1.Pemeriksaan dan Perawatan Bayi Baru Lahir
•    Perawatan Tali pusat
•    Melaksanakan ASI Eksklusif
•    Memastikan bayi telah diberi Injeksi Vitamin K1
•    Memastikan bayi telah diberi Salep Mata Antibiotik
•    Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0


2.Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM
•    Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat badan rendah
dan Masalah pemberian ASI.
•    Pemberian Imunisasi Hepatitis B0 bila belum diberikan pada waktu perawatan bayi baru lahir
•    Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi dan
melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan Buku KIA.
•    Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.


4. Pelayanan Perbaikan Gizi

Gambar III.21
Cakupan pemberian Vit A pada Bayi
Di Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Program penanggulangan KVA telah dimulai sejak tahun 1970-an namun sampai saat ini masalah KVA    
masih menjadi salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KVA tingkat berat (Xeropthalmia) yang    
dapat menyebabkan kebutaan sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat sub-Klinis yaitu KVA yang
belum menampakkan gejala nyata masih diderita oleh sekitar 50 % balita di Indonesia.

Sampai saat ini strategi penanggulangan KVA masih bertumpu pada pemberian kapsul Vitamin A dosis
tinggi. Kapsul Vitamin A biru (100.000 IU) diberikan kepada bayi (6-11 bulan) satu kali dalam  
setahun yaitu pada bulan Februari atau Agustus, sedangkan kapsul Vitamin A merah (200.000 IU)
diberikan kepada anak balita (1-5 tahun) setiap bulan Februari dan Agustus, serta kepada ibu    
nifas paling lambat 42 hari setelah melahirkan. Cakupan pemberian vitamin A  tahun 2009 dapat
dilihat pada gambar III.21


5.  Pelayanan  Kesehatan Usia Lanjut

Gambar III.22
Kegiatan Lansia di Kabupaten Tangerang Tahun 2009




Pelayanan kesehatan salah satunya ditujukan terhadap kelompok usia lanjut dengan kelompok umur
pra lanjut usia (45-59 thn) dan lanjut usia   (>60thn), pada kedua kelompok ini biasanya banyak
mengalami gangguan kesehatan degeneratif dan fungsi tubuh lainnya. Dalam upaya meningkatkan status 
kesehatan usia lanjut, telah dilaksanakan kegiatan program pelayanan kesehatan usia lanjut.
Program Pelayanan kesehatan usia lanjut juga telah diupayakan melalui kegiatan penjaringan
kesehatan di Posbindu dan Puskesmas. Pada tahun 2009 jumlah posbindu yang ada di Kabupaten
Tangerang sebanyak 395, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 375 di tahun 2008, hal ini
disebabkan meningkatnya peran serta masyarakat serta aktifnya petugas kesehatan di Puskesmas.


6.  Pelayanan pengobatan


Pelayanan pengobatan rawat jalan dan Rawat Inap untuk masyarakat yang dilakukan di Puskesmas,  
Rumah Sakit telah menunjukan peningkatan yang cukup signifikan selama tahun 2008, seperti yang
ditunjukan pada Grafik di bawah ini ;
Gambar III.23
Persentase Kunjungan Pasien ke Pelayanan Pengobatan
di Puskesmas & Rumah Sakit  Se- Kabupaten Tangerang
Tahun  2008 - 2009










Untuk Pelayanan Pengobatan Gigi dapat dilihat dari pencapaian pelayanan dasar kesehatan
gigi di Puskesmas pada Grafik dibawah ini :

Gambar III.24
Hasil Pencapaian Pelayanan Kesehatan Gigi  
Di Kabupaten Tangerang 2009













Dari Grafik dapat disimpulkan bahwa Rasio tambal/cabut untuk tahun 2009 adalah sebesar 0,52
Untuk meningkatkan mutu pelayanan promotif,kuratif dan rehabilitatif dalam kesehatan gigi.,maka
Puskesmas telah dilengkapi dengan sarana prasarana kesehatan gigi yang lebih memadai serta
lebih digiatkan program UKGMD dan UKGS

Dibawah ini adalah gambaran kinerja pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Kabupaten Tangerang
tahun 2009  sebagai berikut :

Pelayanan Rumah Sakit

Untuk mengukur kinerja pelayanan di Rumah Sakit diantaranya digunakan indikator sbb:

1.Bed Occupancy Rate (BOR)
BOR  menunjukan Angka pemanfaatan tempat tidur di Rumah Sakit. Pada tahun 2009 BOR RSUD
Kabupaten Tangerang yang merupakan RS kelas B  cukup tinggi yaitu berkisar 90 % , rata-rata
BOR di RS Swasta berkisar 53 % sedangkan rata-rata BOR di RSIA Swasta  berkisar 37 %.

Tabel. III.10
BOR, LOS dan TOI  Rumah Sakit
Di Kabupaten Tangerang  Tahun 2008 - 2009





2.Length Of Stay (LOS)
Untuk mengukur efisiensi dan mutu pelayanan Rumah Sakit adalah dengan angka rata- rata
lamanya dirawat atau LOS. Angka rata-rata LOS untuk RSUD Kabupaten Tangerang pada tahun
2009 yaitu 4 hari,sama dengan rata-rata LOS RS Swasta,sedangkan rata-rata LOS RSIA
adalah 3 hari.

3.Turn Over Interval (TOI)
TOI atau Interval Pemakaian Tempat Tidur adalah rata-rata jumlah hari tempat tidur rumah
sakit tidak dipakai dari saat kosong ke saat terisi berikutnya. Pada tahun 2009 angka TOI
untuk RSUD Kabupaten Tangerang adalah 1 hari, TOI RS Swasta ádalah 4 hari sedangkan TOI
RSIA ádalah 3 hari.

Tabel. III.11
NDR dan GDR  Rumah Sakit
di Kabupaten Tangerang Tahun 2008 - 2009




4. Net Death Rate (NDR)
NDR adalah satu indikator untuk menilai mutu pelayanan Rumah Sakit, dengan menghitung angka
kematian pasien di Rumah Sakit setelah dirawat lebih dari 48 jam per 1000 penderita keluar
hidup dan mati. Nilai NDR yang ideal adalah < 25/1000 penderita.

5. Gross Death Rate (GDR)
GDR atau kematian total pasien rawat inap yang keluar Rumah Sakit per 1.000 penderita keluar
hidup dan mati. Nilai ideal GDR adalah < 45/1.000.

7. Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat Miskin.

Peserta Jamkesmas Kabupaten Tangerang tahun 2009 berjumlah 938.866 jiwa, mengacu pada Surat
Keputusan Bupati Tangerang nomor 440/Kep.73.Huk/2008.  Pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin dilakukan di Puskesmas dan jaringannya yaitu RSUD Tangerang dan RS Rujukan yang sudah
bekerjasama dengan Dinas kesehatan Kabupaten Tangerang. Pada tahun 2009 yang mendapatkan
pelayanan di Puskesmas dengan rawat jalan umum sebanyak 882.037 orang (82,9%), jumlah ibu hamil
sebanyak 7.634 orang, kunjungan ibu hamil (K4) sebanyak 4.261 orang (55,8%), Kunjungan neonatus
(KN2) sebanyak 4.681 orang (107,9 %) dan Persalinan oleh tenaga kesehatan sebanyak 4.336 orang
(56,8 %). Hal ini terjadi disebabkan karena pada saat ibu hamil, tidak melapor,pada saat
melahirkan baru melapor, kemungkinan lain yaitu ibu hamil lahi dukun, setelah melahirkan baru
melakukan kunjungan neonatus ke petugas kesehatan.
Rumah Sakit Rujukan yang melayani Jaminan Kesehatan Daerah  (JAMKESDA) Kabupaten Tangerang
tahun 2009 memberikan pelayanan  kepada pasien Jamkesda adalah sebagai berikut :

Tabel III.12
Rumah Sakit Rujukan Yang Melayani Pasien Jaminan Kesehatan
Daerah (Jamkesda) Kabupaten Tangerang Tahun 2009



8. Peran serta Swasta dalam Upaya Pelayanan Kesehatan


Dalam  meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan  terjangkau oleh masyarakat.
Upaya  Pelayanan kesehatan itu sendiri tidak semata mata diselenggarakan oleh Pemerintah, melainkan
juga mengikutsertakan sebesar-besarnya peran serta aktif segenap lapisan masyarakat dan berbagai
potensi pihak swasta.

Tabel III.13
Sarana   Pelayanan  Kesehatan Yang Telah Memliki Izin
Di Wilayah  Kabupaten TangerangTahun 2009




Tabel III.14
Tenaga  Kesehatan Yang Telah Memliki Izin
Di Wilayah  Kabupaten TangerangTahun 2009